Jumat, 27 Oktober 2017

Refleksi Sumpah Pemuda

SUMPAH PEMUDA ZAMAN NOW

Oleh : Mohammad Shafi
Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Sunan Giri Surabaya

Sejak awal terciptanya umat manusia di Mayapada ini, sejak saat itu pula diciptakan karakter dasar manusia yang dengannya pula tercipta berbagai karakter turunan yang beragam. Dicipta pula usia atau umur oleh Sang Khaliq pada diri manusia sehingga hal itu dapat mempengaruhi perbedaan karakter dalam diri manusia dalam masing-masing usia berbeda.

kalau kita kerucutkan pada konteks kepemudaan masa kini, dimana karakter pemuda saat ini telah banyak terdegradasi kepada lembah hedonis, westernis dan berbagai karakter lain yang kurang produktif. Salah satu dinamika karakter pemuda masa kini misalnya dari segi berbahasa, dimana pada masa kini banyak bermunculan kosakata-kosakata baru yang hal itu berdampak kepada kemerosotan pemahaman pemuda masa kini terhadap bahasa persatuannya.

Hal itu disebabkan oleh fenomena Globalisasi dan Modernisasi yang mempermudah budaya dan bahasa dari negara luar masuk ditengah bumi pertiwi ini, apalagi jika kita kaitkan dengan dibukanya pasar bebas Negara-Negara tetangga (dalam hal ini MEA) yang keberadaannya semakin memperluas jangkauan kemudahan bahasa dan budaya negara lain masuk di Indonesia, haruskah kita apatis terhadap hal yang demikian? Atau akankah kita tetap terjebak dalam romantisme meminta perlindungan kepada penguasa agar bahasa dan budaya asing tidak boleh masuk di Nusantara ini? Sikap kebangsaan seperti itu bukanlah hal yang keliru bagi kita selaku pemuda, akan tetapi bagaimana tanggung jawab kita selaku pemuda Bangsa yang dahulunya berwibawa ini? Bagaimana dengan mimpi mengguncang dunia yang pernah di tanamkan oleh Sang Putra Fajar? Sementara berbahasa saja kita masih beken dengan kosakata pasaran seperti Alay’s Language dsb. Itukah warisan Sang Putra Fajar? Itukah yang diwariskan Sang Putra Fajar kepadamu Hai PEMUDA?

Sejatinya, masa depan suatu Bangsa berada pada tangan pemuda yang berpegang teguh pada pilar dari suatu Bangsa itu sendiri. Adapun hal itu akan diraih apabila warga negaranya (khususnya pemuda) menjunjung tinggi bahasa persatuannya serta membanggakan diri dengan keberadaannya. Sikap seperti inilah yang seharusnya ditanamkan oleh pemuda dalam setiap aliran darahnya agar mengembalikan marwah Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang berwibawa yang kemudian berimplikasi pada bangkitnya sikap dan jiwa persatuan-kesatuan pemuda untuk mengembalikan kewibawaan Bangsa, karena sejatinya kewibawaan hanya akan dapat diraih dengan sikap menghormati, menaati dan menjunjung tinggi ideologi dan bahasa persatuannya.

28 Oktober 1928 atau sekitar 89 tahun yang lalu adalah merupakan bukti konkrit bahwa seharusnya pemuda Indonesia memiliki jiwa yang progresif, solutif, moderat, tanggungjawab dan cinta terhadap tanah air dan tumpah darah yang satu tanah air Indonesia, cinta terhadap Bangsa yang satu Bangsa Indonesia serta menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Bukan malah sebaliknya atau memiliki jiwa yang konservatif, tidak bertanggung jawab dan berubah haluan dalam mencintai tanah air yang satu tanai air dunia maya, cinta terhadap Bangsa yang satu, bangsa Medsos serta Berbahasa yang satu, Bahasa Hoax. Saat itu pulalah (28/10/1928) merupakan momentum perubahan untuk membangkitkan jiwa Nasionalisme (Hubbul Wathan) dalam diri setiap pemuda kala itu. Adapun kini kita dituntut untuk tetap menjaga kecintaan kita terhadap tanah air dan Bangsa Indonesia serta berusaha dengan segenap rasa tannggungjawab dan komitmen untuk memberikan kontribusi nyata dalam rangka mewujudkan cita-cita kemerdekaan Republik Tercinta INDONESIA. (RB)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar